时间:2025-05-23 23:24:23 来源:网络整理 编辑:综合
Warta Ekonomi, Jakarta - R. Haidar Alwi, pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, menyata quickq官网入口下载 知乎
R. Haidar Alwi, pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, menyatakan bahwa Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2025 tentang Perlindungan Negara terhadap Jaksa merupakan pernyataan serius negara dalam membangun sistem hukum yang berkeadilan, aman, dan tidak mudah diintervensi oleh kekuatan non-hukum.
Menurutnya, Perpres ini bukan sekadar instrumen administratif, melainkan bagian dari fondasi struktural arsitektur nasional anti-korupsi.
Lebih lanjut, Haidar Alwi menekankan bahwa keberanian seorang jaksa tidak boleh berdiri dalam ruang kosong, melainkan harus ditopang oleh perlindungan sistemik dan kerja sama yang berkelanjutan dengan aparat hukum lainnya.
Di sinilah, kata dia, sinergi antara jaksa dan penyidik Polri menjadi poros utama keberlangsungan sistem hukum pidana.
"Penegakan hukum adalah kerja dua arah. Tanpa Polri sebagai penyidik, jaksa akan kehilangan fondasi. Tanpa jaksa yang kuat dan aman, penyidikan kehilangan arah. Maka Perpres ini memberi ruang, bukan sekadar perlindungan fisik, tetapi juga jembatan sinergi yang makin kokoh antara keduanya,” jelas Haidar Alwi. (Jumat, 23 Mei 2025).
Perpres ini, dalam pandangan Haidar Alwi, menegaskan posisi negara yang tidak hanya ingin menjamin keamanan jaksa dalam menjalankan tugas, tetapi juga memperkuat pola komunikasi dan koordinasi antara jaksa dan Polri.
Dengan jaminan perlindungan dari intimidasi dan teror, jaksa kini dapat menjalin sinergi secara terus-menerus, setiap saat, dengan penyidik Polri dalam membangun berkas perkara yang utuh dan tidak terputus.
Haidar Alwi secara khusus juga menyoroti kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Ia menyebut Jenderal Sigit sebagai sosok yang konsisten memperkuat profesionalisme, transparansi penyidikan, serta memperkuat hubungan fungsional dengan lembaga penuntutan umum.
“Jajaran Polri di bawah kepemimpinan Jenderal Sigit sudah menunjukkan kemajuan dalam membuka diri terhadap kontrol dan evaluasi. Ini membuat jaksa lebih nyaman bekerja bersama mereka, tanpa ada kecurigaan sektoral,” tegas Haidar Alwi.
Namun, Haidar Alwi juga mengingatkan bahwa penguatan Kejaksaan melalui Perpres ini tidak boleh ditafsirkan sebagai peluang dominasi tunggal dalam sistem hukum.
Ia menyoroti kekhawatiran sebagian pihak tentang potensi menguatnya dominus litis, yakni kecenderungan jaksa menjadi pemegang kendali tunggal dalam penyidikan dan penuntutan.
Jika perlindungan dan perluasan kewenangan tidak dibarengi dengan pengawasan dan keseimbangan, maka bisa muncul monopoli proses hukum yang merugikan keadilan itu sendiri.
"Perlindungan tidak boleh berubah menjadi kekebalan, dan penguatan jangan menjadi pemusatan. Penegakan hukum harus tetap berjalan dalam kerangka checks and balances. Kejaksaan dan Polri harus saling melengkapi, bukan saling menguasai,” tegasnya.
Haidar Alwi juga mendorong agar pelaksanaan Perpres ini disertai evaluasi publik dan penguatan koordinasi teknis antar lembaga, bukan menjadi instrumen politik hukum satu arah.
Dalam realitas di lapangan, Haidar Alwi menilai bahwa jaksa tidak hanya menghadapi beban pembuktian di pengadilan, tapi juga tekanan dari pihak-pihak yang merasa terancam oleh proses hukum.
Teror, ancaman terhadap keluarga, dan upaya-upaya intervensi halus menjadi bagian dari risiko jabatan jaksa. Perlindungan fisik dan psikologis menjadi kebutuhan mutlak, bukan sekadar tambahan.
“Dalam kasus korupsi besar atau perkara strategis lainnya, keberanian jaksa hanya mungkin muncul jika ada jaminan negara. Perpres 66/2025 adalah bentuk konkret negara tidak tinggal diam. Ini bukan hadiah bagi kejaksaan, tapi kewajiban konstitusional,” ujarnya.
Haidar Alwi menolak keras narasi yang menyebut pelibatan TNI dalam Perpres ini sebagai ancaman dwifungsi.
Baginya, ini adalah bentuk adaptasi konstitusional terhadap kebutuhan proteksi kelembagaan. TNI, tegasnya, tidak akan masuk ke wilayah yuridis. Fungsi mereka terbatas sebagai pengaman institusi dan pengawal jika terjadi situasi darurat yang membahayakan keselamatan aparat penegak hukum.
"Penguatan perimeter Kejaksaan dengan dukungan TNI sama halnya seperti pengamanan objek vital negara. Jaksa bukan aparat biasa. Mereka adalah penjaga gerbang keadilan,” kata Haidar Alwi.
Selain perlindungan fisik, Haidar Alwi menyoroti dimensi intelijen yang tercakup dalam Perpres ini. Pembukaan kerja sama antara Kejaksaan, BIN, dan BAIS TNI dinilai sebagai langkah maju dalam meningkatkan sistem deteksi dini.
Dalam era kejahatan siber, transaksi lintas negara, dan infiltrasi politik terhadap hukum, sistem peringatan dini sangat penting.
"Perlindungan bukan hanya soal pagar dan bodyguard. Ini soal kemampuan negara membaca pola ancaman. Intelijen harus tahu jika ada skema mengintimidasi jaksa, baik melalui buzzer, rekayasa opini, maupun serangan non-fisik. Dalam konteks ini, sinergi BIN-BAIS-Kejaksaan adalah terobosan strategis,” ujar Haidar Alwi.
Ia menegaskan bahwa kerja sama intelijen ini bukan bentuk represif negara terhadap kebebasan sipil, tapi penguatan sistem hukum agar berjalan tanpa gangguan bawah tanah yang tak kasat mata.
Kembali ke peran Polri, Haidar Alwi menyebut bahwa dengan perlindungan dari Perpres ini, jaksa akan lebih leluasa membangun pola kerja dinamis dengan penyidik.
Tidak ada lagi jeda-jeda ketakutan yang membatasi komunikasi antara jaksa dan penyidik. Ia berharap ke depan, koordinasi jaksa dan Polri tidak hanya terjadi saat penyerahan berkas, tetapi sejak awal penyidikan, dalam semangat due process of law.
Ia juga menyebut bahwa Polri di bawah Kapolri Jenderal Listyo Sigit telah menunjukkan komitmen untuk membuka ruang koordinasi yang lebih luas dengan Kejaksaan.
"Jangan bayangkan Perpres ini sebagai pagar. Bayangkan sebagai jembatan yang menghubungkan dua pilar hukum kita, Polri sebagai penyidik dan Kejaksaan sebagai penuntut umum. Ini peta jalan baru untuk memperkuat integrasi penegakan hukum,” ucap Haidar Alwi.
Menutup analisanya, Haidar Alwi menyatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah mengambil langkah strategis yang tepat dan berani.
Perpres 66/2025 adalah tanda bahwa negara tidak sedang kompromi dengan kekuatan yang ingin membungkam hukum. Ini juga sinyal ke seluruh jajaran aparat bahwa keberanian mereka mendapat dukungan penuh dari negara.
"Perpres ini bukan hanya melindungi jaksa, tetapi menata ulang kultur hukum kita. Di mana ketegasan negara berpihak pada yang berani, bukan yang bersuara nyaring untuk membungkam,” pungkas Haidar Alwi.
Rumah Charlie Chandra Pengugat Aguan Diblokade Anggota Polda Banten, Ghufroni: Terlalu Over Acting2025-05-23 23:22
全球最好的设计大学,你选择哪所?2025-05-23 23:22
VIDEO: Melihat Hamparan Bunga Tupil di Taman Tulip Terbesar di Asia2025-05-23 23:06
Tak Terima, dr Rizky Ungkap Fakta di Balik Pemecatannya oleh Kemenkes2025-05-23 22:58
Koki Australia Pecahkan Rekor Maraton Masak Terlama Selama 140 Jam2025-05-23 22:39
最新瑞典艺术留学费用介绍2025-05-23 22:01
Menkop Budi Arie: Kader Parpol Boleh Jadi Pengurus Koperasi Desa Merah Putih2025-05-23 21:58
Pembunuhan Suami dan Anak, Tiga Tersangka Baru Berhasil Diringkus2025-05-23 21:29
Anggi Arando Siregar: Penghapusan Utang Nelayan dan Petani Adalah Napas Baru dari Presiden Prabowo2025-05-23 20:52
Lengkap! Cek Syarat dan Jadwal Lapor Diri PPG Guru Tertentu 2025 UNJ Tahap I2025-05-23 20:45
Prabowo Ajak Umat Islam Bersatu untuk Perdamaian: Jangan Jadi Bangsa Kacung!2025-05-23 23:03
Terkuak! Dari Sini Sumber Uang Suap Imam Nahrawi2025-05-23 22:12
Pembunuhan Suami dan Anak, Tiga Tersangka Baru Berhasil Diringkus2025-05-23 21:45
RS Darurat Wisma Atlet Klaim Masih Bisa Terima Pasien Baru2025-05-23 21:40
Bandung Kembali Bergema Lewat Bank bjb Bandoeng 10K: Ribuan Pelari Hidupkan Semangat Kota2025-05-23 21:31
Emas Antam di Pegadaian Hari Ini Dibanderol Rp1.986.000 per Gram, UBS dan Galeri 24 Dijual Segini2025-05-23 21:22
Lengkap! Cek Syarat dan Jadwal Lapor Diri PPG Guru Tertentu 2025 UNJ Tahap I2025-05-23 21:21
全球城乡规划专业大学排名,这些院校你选哪所?2025-05-23 21:12
Viral Penumpang Pesawat Dapat Pesan 'Godaan' dari Pilot di Bandara2025-05-23 21:03
30 Ide Kata2025-05-23 20:40